Sabtu, 03 April 2010

Tukang Kritik

Bacaan: Matius 11:2-19
Seorang pendeta dibuat pusing oleh kelakuan seorang ibu yang suka mengkritik khotbahnya. Selalu ada saja yang ”cacat” di mata wanita tersebut. Sampai akhirnya si pendeta ingin memberinya pelajaran saat ibu tersebut mengritik dasinya yang dianggapnya terlalu panjang. Pendeta tersebut dengan sabar mengambil gunting dan berkata,”Sebaiknya seberapa ukuran dasi saya?” Sejurus kemudian, wanita itu pun menggunting dasi pendeta sesuai ukurannya. Lalu pak Pendeta melanjutkan niatnya seraya berkata, “Saya bangga punya jemaat seperti ibu, sangat kritis. Cuma sayang ada satu kekurangan ibu. Lidah ibu terlalu panjang!”

Tidak semua hal dalam hidup ini dapat kita kendalikan. Tapi seringkali kita tergoda untuk menuntut orang lain mengikuti kemauan kita. Jika mereka menolaknya, terkadang kita pun menjadi marah. Dalam sebuah jemaat atau persekutuan, hampir selalu ditemukan orang yang suka mengritik karena tidak puas dengan keadaan yang ada. Golongan ini sering mencari-cari kesalahan namun seringkali tidak melakukan apa-apa dan tidak jarang merasa sebagai pihak yang paling benar. Demikian pula yang terjadi pada diri Yesus dan pada murid-Nya. Mereka tidak lepas dari sasaran para pengritik. “Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa” (Mat. 11:18-19). Keinginan mereka untuk mengritik jauh lebih kuat dibandingkan kerinduan untuk mengenal Allah dan rencana-Nya yang mulia.

Hari ini, jikalau kita tergoda untuk memberi masukan atau kritik, ingatlah akan firman ini. Hendaknya kita dapat melakukan dengan bijaksana. Bila menyangkut firman, belajarlah untuk menerima isi firman, mengujinya, dan sebisa mungkin tidak memberi komentar berlebihan. Seringkali Allah hanya ingin kita melakukan tanpa perlu bertanya terlalu banyak. Dalam berhubungan dengan sesama, kritik yang membangun boleh kita lakukan. Namun, alangkah lebih baiknya jika kita memakai mulut kita untuk memperkatakan sesuatu yang membangun, bukan menjatuhkan orang lain. Bukankah tidak ada manusia yang sempurna?


Sumber: Renungan Pagi, Maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komik